Senin, 28 Maret 2011

Jangan Remehkan Perguruan Tinggi di Indonesia

Kuliah di luar negeri mungkin memiliki prestise tersendiri, tapi sebenarnya perguruan tinggi di Indonesia memiliki kualitasyang tak kalah mutunya. Malah kini banyak mahasiswa asing yang justru belajar di Tanah Air.

Benarkah perguruan tinggi di Indonesia sudah memiliki kualitas sejajar dengan perguruan tinggi luar negeri? Bagaimana mengukur tingkat kualitas pendidikan tinggi yang satu dengan lainnya? Dan, berapa besar daya serap lulusan perguruan tinggi negeri bagi dunia usaha?

Tiga pertanyaan ini kadang menggelitik telinga para orang tua tatkala hendak menyekolahkan anaknya ke tingkat lanjutan atau saat kuliah. Pertanyaan ini pula bisa mengganggu calon mahasiswa yang masih gamang memilih mana universitas yang cocok dengan kecenderungan keilmuan yang diminati.


Hal ini penting lantaran perguruan tinggi negeri (PTN) nyatanya tidak sepenuhnya diminati calon mahasiswa lokal dengan alasan beragam. Calon mahasiswa kadanglebih menetapkan hati ke universitas luar negeri. Banyak alasannya, mulai sekadar prestise, ketersediaan dana, mutu universitasnya, hingga daya serap yang lebih tinggi di industri atau dunia kerja.

Meski Indonesia memiliki lebih dari 80 PTN, baik universitas maupun poli-teknik (data situs STAN 2011), kuantitas ini tak jadi jaminan seluruh institusi pelat merah itu dilirik karena hanya beberapa yang diminati calon mahasiswa.

Hal itu diakui Dema, 19 tahun, yang lebih memilih University of Melbourne, Australia, sebagai tempat menuntut ilmu. Menurut dia, beberapa pendorong dirinya lebih menjatuhkan pilihan ke Negeri Kanguru ialah ketersediaan dana, mutu perguruan tinggi, prestise, dan daya serapnya terhadap dunia kerja. "Kalau memang mampu kuliah di luar negeri, sebaiknya dilakukan karena secara infrastruktur maupun kurikulum, kualitas di sana lebih baik. Bukan hanyakarena gengsi," katanya.

Denta tak salah, selama ini masyara-katdiTanah Air cenderung beranggapan kualitas lulusan luar negeri lebih baik dan lebih "dipilih" di dunia industri. Padahal, bicara kualitas perguruan tinggi, tak bisa hanya dilihat dari milik asing atau lokal, negeri atau swasta, tetapi seberapa besar kontribusi lulusan (output) di berbagai bidang kehidupan.

Hal itu pun diungkapkan pakar pendidikan Darmaningtyas dalam beberapa kesempatan sebelumnya. "Jangan menyederhanakan kualitasperguruan tinggi itu dari luar atau dalam negeri, dari daya serapnya terhadap dunia ker ja,tapi apakah lulusannya bisa memberi kontribusi bagi masyarakat, entah itu lewat karya ilmiah, sumbangan pemikiran, atau kebijakan yang diambil," katanya.

Soal biaya pendidikan, dia menilai, juga tak bisa menjadi patokan utama mengukur mutu pendidikan. Banyak perguruan tinggi menetapkan biaya mahal, sayang mutu lulusannya tak moncer. "Tidak ada hubungannya biaya yang mahal dengan kualitas pendidikan, bahwa bisa meningkatkan kuali tas secara fisik itu iya, tapi belum tentu menentukan kualitas sumber daya manusia," tegasnya.

Untuk melihat parameter kualitas universitas, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Firmanzah PhD sedikit menjabarkan jawabannya. Menurut dia, terdapat tiga tahapan dalam menilai kualitas perguruan tinggi. Pertama, input meliputi beberapa indikator seperti tingkat persaingan masuk ke perguruan tinggi, nilai rata-rata, latar belakang sekolah menengah (SMA), dan proporsi jumlah yang diterima dengan kapasitas atau kuota.

Kedua, proses yang terbagi dua hal,yakni kurikulum dan ekstra kurikulum. Kurikulum terkait erat dengan fasilitas pengajaran, teaching material, teaching delivery, dan kualitas dosen. Ekstra kurikulum mencakup dinamika, aktivitas kemahasiswaan, kedekatan dengan industri, dan kemampuan mahasiswa itu sendiri.

Terakhir, output yang dibagi dua, yaitu output terhadap mahasiswa dan output terhadap dosen. Pada mahasiswa bisa dilihat dari rata-rata IPK, berapa jumlah lulusan cum laude, atau yang lebih objektif lagi dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan atau memulai usaha.

Untuk dosennya bisa dilihat dari buku atau jurnal yang diterbitkan, jumlah penelitian, atau tulisannya di media massa. "Jadi, setidaknya terdapat tiga parameter tersebut untuk mengukur mutu dari perguruan tinggi," katanya.

Lalu, apakah perguruan tinggi negeri di Indonesia berkualitas? Mengacu dari indikator tersebut, Prof Firmanzah menilai, sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia layak disebut berkualitas.

Menurut dekan termuda di UI ini, kualitas universitas dalam negeri tidak kalah dibandingkan dengan perguruan tinggi diluarnegeri.Jikakemudianmun-cul anggapan pendidikan di luar negeri mutunya lebih bagus.hal itulebih karena faktor prestise dan besarnya dukungan pemerintah terhadapsistempendidikan di negara tersebut.

"Indonesiatentumampubersaingde-ngannegaralain,kitapunyapotensisum-berdaya manusia yangbagus, infrastruktur yang memadai, kurikulum bertaraf internasional, tinggal dukungan pemerintah saja yang harus terus ditingkatkan lagi," tuturnya.

Untuk sejajar dengan pencapaian yang dirafrtTiegara lain dalam hal mutu perguruan tinggi, Fakultas Ekonomi UI (FEUI) juga meningkatkan jumlah riset rdan publikasi ilmiah FEUI dalam jurnal internasional yang membuktikan kapasitas FEUI sebagai fakultas riset (research faculty) yang diakui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar